CRITICAL MASS
PENDAHULUANm
Latar Belakang
Bila kita berbicara tentang inovasi
pendidikan, kita berbicara tentang perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang tak
terhindarkan pada kehidupan yang berkembang sangat pesat sekarang ini. Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Dengan kemajuan iptek tersebut,
pendidikan juga ikut berubah. Kita harus mengubah orientasi pendidikan kita
yaitu pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang mampu menyatu dengan
lingkungan yang terus berubah, dan bukan sebaliknya, yaitu memisahkan manusia
dengan lingkungannya. Secara sederhana inovasi adalah pembaharuan atau
perubahan ditandai dengan adanya hal yang baru. Upaya untuk mencari hal yang
baru itu diantaranya untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi
seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian suatu idea atau temuan baru
jika tidak menyelesaikan suatu masalah tidak bisa dklasifikasikan sebagai suatu inovasi.
Pada Bulan Mei 2013 ini, Bangsa
Indonesia memperingati dua hari besar kenegaraan, yaitu Hari Pendidikan
Nasional pada tanggal 2 Mei yang lalu dan
Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei. Dimana pada bulan ini pemerintah menyampaikan
ajakan untuk meningkatkan kemandirian bangsa, daya saing bangsa dan peradaban
bangsa, serta kualitas dan akses berkeadilan pada hari pendidkan ini. Untuk
menjadi bangsa yang maju, kita harus memiliki “The Critical Mass”, yaitu
lapisan anak bangsa yang memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi. Oleh
karena itu dua tujuan kembar dari pendidikan nasional kita. Pertama,
mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi agar manusia Indonesia menjadi
manusia yang berkemampuan dan unggul. Kedua, membentuk nilai dan karakter
bangsa yang unggul, memiliki semangat dan etos kerja, bukan bangsa pemalas dan
mudah menyerah.
Sebagai
seorang pendidik yang berperan penting dalam kemajuan anak bangsa, pemerintah menghimbau agar semua tenaga kependidikan
terus menerus berusaha untuk menghasilkan anak didik yang pandai, berdaya
saing, berkarakter kuat, dan bermental tangguh. Dalam hal ini, yang menjadi
pekerjaan rumah bagi para guru di Indonesia, yaitu bagaimana peran para guru
dalam mewujudkan anak didik yang pandai, berkarakter dan bermental tangguh, dan
juga harapan Bangsa Indonesia terhadap pendidikan di negara kita. Untuk itulah
dalam makalah ini penulis membahas critical mass. Karena sebagai tenaga
Kependidikan, khususnya para guru diharapkan mampu untuk menghasilkan “The
Critical Mass” yang merupakan modal bangsa untuk menjadi negara yang maju.
Calon “The Critical Mass” atau lapisan anak bangsa yang unggul itu adalah para
anak didik yang sekarang ini menjadi tanggung jawab dari bapak ibu guru di
seluruh Indonesia.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas perumusan masalah yang akan dibahas definisi critical
mass dan peranan pendidik dalam menciptakan critical mass
Manfaat penulisan
Memberikan
gambaran tentang definisi critical mass dan peranan pendidik dalam menciptakan
critical mass.
PEMBAHASAN
The Critical Mass
Pengalaman
pembangunan di negara-negara yang sudah maju, khususnya negara-negara di dunia
barat, membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan.
Secara umum telah diakui bahwa pendidikian merupakan penggerak utama (prima
mover) bagi pembangunan. Secara fisik pendidikan di dunia barat telah berhasil
memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari segala strata dan segala bidang yang
sangat dibutuhkan bagi pembangunan. Dari aspek non-fisik, pendidikan telah
berhasil menanamkan semangat dan jiwa modern, yang diujudkan dalam bentuk
kepercayaan yang tinggi pada "akal" dan teknologi, memandang masa
depan dengan penuh semangat dan percaya diri, dan kepercayaan bahwa diri
mereka mempunyai kemampuan (self efficacy) untuk
menciptakan masa depan sebagaimana yang mereka dambakan.
Belajar
dari negara India dan Malaysia, mereka mengirimkan orang-orang ke luar negeri
(negara maju tentunya) hanya untuk dapat menyediakan The critical mass
tersebut. Walaupun tidak semua orang yang mereka kirim kembali ke negaranya,
tetapi beberapa yang kembali mampu untuk membentuk the critical mass. Pada
akhirnya Malaysia dan India menjadi negara yang lebih maju dari negara kita.
Belajar dari hal tersebut, apakah kita harus mengirimkan warga negara
sebanyak-banyaknya untuk membentuk The critical mass? Hingga pada saatnya nanti
mereka akhirnya mau kembali lagi ke negaranya memajukan tanah air mereka?
Apakah membentuk warga negara yang disiplin, beretos kerja tinggi harus dengan
keluar negeri? Apakah pendidikan di negara kita tidak sanggup membentuk
anak-anak yang cinta tanah air, disiplin, beretos kerja tinggi dan profesional?
Kalau bicara tentang profesional khususnya penguasaan pengetahuan mungkin kita
harus banyak menimba ilmu sampai keluar negeri. Namun tentang cinta tanah air,
disiplin dan etos kerja, mungkin pendidikan negara kita mampu membentuknya. Dalam dinamika sosial, critical mass adalah jumlah yang
khalayak atau adaptor yang mengadopsi suatu inovasi dalam sistem sosial
sehingga tingkat adopsi menjadi mandiri dan menciptakan pertumbuhan lebih
lanjut.
Critical mass
menurut Rogers.
Teori
Critical Mass biasa dibilang adalah
aspek lanjutan atau turunan dari teori Difusi Inovasi,Jumlah yang cukup memadai
dari suatu adopter pada suatu inovasi dalam sistem sosial sehingga tingkat
adopsi menjadi mandiri dan menciptakan pertumbuhan lebih lanjut, hal tersebut
dituliskan oleh Everett Roger dalam bukunya yang berjudul "Difusi
Inovasi". Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi critical mass mungkin
melibatkan ukuran, keterkaitan dan tingkat komunikasi dalam masyarakat atau
salah satu subkultur tersebut. Critical Mass mungkin lebih dekat dengan
konsensus mayoritas di kalangan politik, di mana posisi yang paling efektif
adalah lebih sering yang dipegang oleh sebagian besar orang dalam masyarakat.
Dalam hal ini, perubahan kecil dalam konsensus publik dapat membawa perubahan
cepat dalam konsensus politik, karena efektivitas mayoritas tergantung dari
ide-ide tertentu sebagai alat perdebatan politik. Critical Mass adalah konsep
yang digunakan dalam berbagai konteks, termasuk fisika, dinamika kelompok,
politik, opini publik, dan teknologi.
Critical dari
segi bahasa
Dalam
kamus Bahasa Inggris, “Critical”
berarti kritis/genting, sedangkan “Mass”
diartikan massa (banyak sekali). The Critical Mass dapat diartikan sebagai
kelompok warga negara yang mampu untuk mengentaskan negara dari
keterpurukan/masa kritis menuju kebangkitan dan kemajuan bangsa. The critical
mass adalah warga negara yang dicirikan: 1) mempunyai pikiran maju untuk
membangun bangsa; 2) mempunyai disiplin tinggi; 3) mempunyai etos kerja yang
tinggi dan 4) profesional.
Critical mass dalam dunia pendidikan.
Boediono(1995) mengungkapkan critical mass adalah jumlah populasi terdidik
pada tingkat pendidikan tertentu disuatu negara yang merupakan kunci kemajuan
suatu bangsa dan merupakan cerminan tingkat kemajuan bangsa tersebut.
Peran dan Potensi
Pendidik Dalam Critical Mass
Pembangunan pendidikan merupakan proses pembangunan masyarakat
ekonomi. Critical mass yang dapat dicapai dalam pembangunan pendidikan
akan meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam proses
produksi dan distribusi sehingga akan memberikan sumbangan pada peningkatan
kesejahteraan penduduk . Dari perspektif ini, pendidikan adalah sebuah
investasi, tepatnya investasi sumberdaya manusia (SDM).
Dalam era globalisasi ini dunia pendidikan mendapat tantangan untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan secara global.
Pengaruh globalisasi dicirikan oleh adanya aliran manusia, informasi,
teknologi, modal dan gagasan serta pencitraan. Keadaan ini mempengaruhi
perubahan nilai kehidupan masyarakat, perubahan tuntutan dunia kerja terhadap
lulusan, sehingga diperlukan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan
tuntutan perkembangan ilmu, teknologi dan seni, dunia kerja, profesi, serta /pengembangan kepribadian
dengan ciri khas kebudayaannya masing-masing.
Potensi Guru dalam Membangun “The
Critical Mass”
Pasal
28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru
sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial (Syaefudin,
2008). Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi
profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan oleh Standar Pendidikan Nasional. Kompetensi sosial
merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar (Syaefudin,
2008).
Proses
sertifikasi guru yang sedang berlangsung sekarang ini adalah suatu upaya untuk
menuntut agar para guru benar-benar memiliki keempat kompetensi tersebut. Jika
semua guru di Indonesia telah memiliki keempat kompetensi tadi, maka ini akan
dapat menjadi modal bagi negara kita untuk membentuk “The Critical Mass”. Menurut
John Stuart Mill, nilai suatu negara dalam jangka panjang adalah kumpulan nilai
dari individu-individu yang terhimpun di dalamnya (Ibrahim, 2004). Tugas para
guru Indonesia adalah menyiapkan individu-individu tersebut agar mempunyai
“nilai”. Masa depan negara tergantung dari nilai/kualitas generasi muda
sekarang ini. Generasi yang unggul tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, tetapi juga memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah,
yang terwujud dalam karakter pribadi yang kuat.
Dalam
sistem Tripusat Pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro, lingkungan
pendidikan ada tiga, yaitu Keluarga (lingkungan rumah), Perguruan (lembaga
pendidikan/sekolah) dan lingkungan masyarakat. Pada ketiga lingkungan tersebut,
siswa dibina ke arah sosok yang diharapkan. Dari ketiga lingkungan tadi,
lingkungan pendidikan (sekolah) merupakan lingkungan yang paling potensial dan
paling penting dalam membangun “The Critical Mass” karena selain memberikan
ilmu pengetahuan, para guru di sekolah mempunyai pengetahuan yang lebih banyak
tentang perkembangan anak atau remaja. Pengetahuan ini merupakan modal bagi
guru untuk melakukan pendekatan dan memberikan masukkan kepada anak didiknya.
Terlebih lagi bagi siswa yang berasal dari keluarga dan lingkungan masyarakat
dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah, lingkungan sekolah (guru) adalah
faktor yang paling bertanggung jawab dalam membentuk “The Critical Mass”.
Guru
dengan kompetensi pedagogik yang dimilikinya akan mampu memahami peserta
didiknya dan bisa saja melebihi pemahaman para orang tua terhadap anak mereka
sendiri. Hal ini dapat saja terjadi karena guru lebih banyak melihat dan mengamati bagaimana peserta didiknya
berinteraksi dengan teman-temannya. Selain itu guru juga dapat mengenali
potensi yang dimiliki peserta didik, yang bisa saja tidak tampak ketika anak
berada di lingkungan keluarga. Dengan kelebihan tersebut maka seorang guru
mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mengoptimalkan potensi anak didik dan
juga menumbuhkan serta meningkatkan sikap mental yang baik pada anak didiknya.
Potensi
guru yang lain dalam membentuk “The Critical Mass” adalah pada kompetensi kepribadian. Guru merupakan
model atau teladan bagi para peserta didik. Kemantapan dan kedewasaan seorang
guru akan menampilkan kemandirian dalam bertindak, bijaksana dalam bersikap dan
memiliki semangat/etos kerja yang tinggi. Apa yang dimunculkan dari sosok
seorang guru di dalam pembelajaran akan diamati dan terekam di dalam pikiran
dan perasaan peserta didik.
Optimalisasi Guru sebagai Pendidik
dan Motivator
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh panutan bagi anak
didiknya. Untuk menjadi seorang pendidik, guru harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada peserta didik. Dengan
keteladanan sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan akan tumbuh sikap mental
yang baik kepada peserta didik (Sudarman, 2003). Motivasi adalah keseluruhan
daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan sesuatu, dan bila dia tidak suka melakukan sesuatu tersebut maka akan
berusaha meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Peranan guru
sebagai motivator sangat penting dalam pembelajaran karena menyangkut esensi
mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan juga menyangkut performance
dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri (Sudarman, 2003).
Guru sebagai pendidik merupakan posisi yang sangat dekat
dengan anak-anak dan remaja, tetapi pada pelaksanaan pembelajaran seorang guru
sering melupakan peran ini. Orientasi dan penghargaan masyarakat terhadap nilai
akademik berimbas kepada pembelajaran yang cenderung hanya berfokus pada
transfer ilmu pengetahuan dan melupakan tujuan pendidikan sebagai pembentuk
karakter dan sikap mental peserta didik. Selain itu, beban materi pembelajaran
dan keterbatasan waktu pembelajaran juga dianggap sebagai penyebab untuk
melupakan peran guru sebagai pendidik tersebut.
Bukti bahwa para guru cenderung mengutamakan transfer ilmu
pengetahuan adalah pemberian motivasi yang dilakukan guru kepada peserta didik
lebih banyak berupa motivasi untuk mengajak anak didik tertarik dan termotivasi
mengikuti pelajaran atau motivasi untuk belajar. Tujuan akhir dari motivasi ini
adalah peserta didik menguasai materi yang dipelajari. Memang motivasi seperti
ini yang selalu diajarkan kepada guru dalam membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Selain itu dalam beberapa literatur tentang motivasi dalam
pembelajaran cenderung hanya motivasi belajar yang dibicarakan, sehingga guru
“hanya mengenal” motivasi belajar. Akibatnya, selama ini guru lebih banyak
hanya sebagai motivator untuk menciptakan pembelajaran yang baik.
Dengan empat kompetensi yang dimiliki, seorang guru tidak
hanya bisa sebagai motivator belajar saja, tetapi lebih luas lagi dapat menjadi
motivator dalam membentuk karakter atau kepribadian peserta didik. Bahkan
seorang guru mampu sebagai motivator dalam membentuk pribadi yang sukses, yang
pada akhirnya membentuk “The Critical Mass”. Para guru bisa menjadi
motivator-motivator yang potensial karena mereka lebih mengenal bagaimana karakter
peserta didik sehingga guru dapat memberikan motivasi yang tepat dan
berkesinambungan. Pribadi guru juga merupakan sosok yang dekat dengan peserta
didik sehingga anak didik memiliki lebih banyak kesempatan mengamati dan
berinteraksi langsung dengan model atau teladan mereka. Pemberian motivasi
untuk membentuk karakter peserta didik (character building) seperti kesadaran
diri, semangat kerja dan fokus pada tujuan/cita-cita akan sangat menguntungkan
bagi guru sendiri. Setiap guru yang menjadi motivator dalam pembelajaran tidak
hanya menghasilkan peserta didik yang termotivasi untuk mempelajari suatu mata
pelajaran atau materi tertentu, tetapi lebih menyeluruh pada semua hal yang
perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini dapat terjadi karena dengan dengan
kesadaran dan semangat baru peserta didik, mereka dengan kesadaran sendiri
melakukan belajar dengan sungguh-sungguh.
Pembelajaran yang Membentuk “The
Critical Mass”
Semua
guru yang mengajar pada mata pelajaran apapun, baik tingkat satuan pendidikan
SD, SMP atau SMA dapat berperan dalam membentuk “The Critical Mass”. Kuncinya
hanya satu, yaitu kemauan dan kesadaran para guru untuk memasukkan perannya
sebagai pendidik dan motivator ke dalam pembelajaran sehingga akan terbentuk peserta didik yang
cinta tanah air, disiplin dan mempunyai etos kerja tinggi. Beberapa hal yang
dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran membentuk “The Critical Mass”,
antara lain:
a.
Merancang pembelajaran dengan menggunakan metode tertentu sehingga dengan
metode tersebut dapat menumbuhkan sikap mental yang baik pada peserta didiknya.
Contohnya metode diskusi kelompok dalam pembelajaran yang berbasis problem
solved akan mendidik peserta didik untuk bisa bekerja sama dalam kelompoknya
dan menyatukan pendapat dalam satu kelompok sehingga diperoleh satu jawaban yang sama. Dengan contoh pembelajaran
seperti ini peserta didik mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana harus
bekerja sama, saling menghargai pendapat dan fokus pada tujuan bersama. Hal
tersebut sudah merupakan satu contoh
mendidik anak untuk bisa bekerja sama, menghargai orang lain dan fokus pada
tujuan dalam melaksanakan tugas. Contoh yang lain, dengan metode penugasan akan
mendidik anak agar disiplin dan tepat waktu dalam menjalankan pekerjaan/tugas
mereka.
b.
Memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk dapat
mengekplorasi potensi diri. Pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk dapat aktif baik secara fisik maupun aktif berpikir akan
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, dan tidak menjadikan mereka hanya
sebagai obyek pembelajaran saja.
c.
Mengajak peserta didik untuk mengambil pelajaran/teladan dari topik yang
dibahas dalam pembelajaran. Misalnya dalam pembelajaran tentang sejarah
penemuan teori-teori dalam ilmu fisika. Bahwa para ilmuwan harus memiliki
keuletan dan semangat kerja keras serta tidak mudah menyerah yang akhirnya
membawa mereka menjadi seorang penemu yang terkenal. Hal ini akan membawa
peserta didik kepada suatu kesimpulan bahwa ketika mereka ingin berhasil, maka
harus didasari dengan keuletan dan semangat kerja keras. Tanpa dibimbing oleh
guru, peserta didik akan sulit mengenali keteladan dalam penemuan teori-teori
fisika.
d.
Selain menumbuhkan sikap mental positif, dalam pembelajaran juga dikenalkan
bagaimana pengaruh sikap mental negatif. Misalnya dalam pembelajaran tentang
pencemaran lingkungan. Bagaimana sikap tidak peduli dan egois masyarakat dalam
membuang sampah di sungai atau menggunakan kendaraan bermotor dengan suara yang
bising akan mengganggu dan bahkan membahayakan orang lain. Pembelajaran seperti
ini akan membimbing peserta didik untuk berpikir bahwa setiap tindakan harus dipertimbangkan bagaimana pengaruhnya
pada diri sendiri ataupun bagi orang lain.
Melakukan pembelajaran yang dapat membentuk sikap mental
yang baik, yang pada akhirnya membentuk “The Critical Mass” tidaklah sulit.
Masih banyak sekali contoh-contoh pembelajaran yang lainnya yang semuanya itu
tergantung dari kreativitas para guru.
KESIMPULAN
Pada dasarnya critical
mempunyai berbagai macam persepsi diantaranya menurut Rogers adalah teori turunan dari teori Difusi
Inovasi, teori ini menjelaskan bahwa untuk menggambarkan adanya jumlah
kecukupan dalam mengadopsi suatu inovasi di dalam sistem sosial, seperti
tingkat adopsi yang yang mulai mandiri serta berkembang untuk menciptakan
pertumbuhan yang lebih lanjut The Critical Mass dapat diartikan
sebagai kelompok warga negara yang mampu untuk mengentaskan negara dari
keterpurukan/masa kritis menuju kebangkitan dan kemajuan bangsa. The critical
mass adalah warga negara yang dicirikan: 1) mempunyai pikiran maju untuk
membangun bangsa; 2) mempunyai disiplin tinggi; 3) mempunyai etos kerja yang
tinggi dan 4) profesional.
Semua
guru dapat berperan dalam membentuk “The Critical Mass”. Kuncinya hanya satu,
yaitu kemauan dan kesadaran para guru
untuk memasukkan perannya sebagai pendidik dan motivator ke dalam pembelajaran
sehingga akan terbentuk peserta didik yang cinta tanah air, disiplin dan
mempunyai etos kerja tinggi. Dan melakukan pembelajaran yang dapat membentuk
sikap mental yang baik, yang pada akhirnya membentuk “The Critical Mass”
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. 2003. Agenda
Pembaharuan sistem Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Everette
M.Rogers. 1983 . Diffusion of Innovation.
New York: The Free Press A Division of Macmilan Publishing
Co.Inc
Ibrahim.2004.
Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Udin,
Syaefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar